PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
DISUSUN OLEH :
Dimas Ichsan W 22211117
Alif Rahman S. 20211605
Rendy Indra 28211367
Masa Bangun 24211341
KELAS : 1EB25
KELOMPOK : 4
UNIVERSITAS GUNADARMA
APRIL 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Perbankan merupakan suatu sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Dalam upaya mendukung kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan, lembaga perbankan telah menunjukan perkembangan yang pesat seiring dengan kemajuan pembangunan di Indonesia dan perkembangan perekonomian Internasional serta sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan jasa perbankan yang tangguh dan sehat.
Perbankan dengan prinsip syariah lahir dengan dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat khususnya sebagian umat Islam Indonesia terhadap bank tanpa bunga, kelahiran bank syariah di Indonesia yang menggunakan sistem bank tanpa bunga telah membawa pengaruh yang signifikan terhadap sistem perbankan Indonesia. Konsep bunga pada bank konvensional oleh sebagian umat Islam Indonesia dianggap sebagai riba terlebih lagi dengan adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang haramnya bunga bank.
Perkembangan perbankan syariah ditandai dengan disetujuinya Undang Undang Nomor 10 tahun 1998 yang merupakan revisi dari Undang-Undang dengan rinci menjelaskan bahwa landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah, Undang-Undang tersebut juga menjadi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, pasal 6 huruf m yang berbunyi: "Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia"
Selain itu yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yang berbunyi sebagai berikut:
“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dan kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan atau biasa disebut dengan kredit berdasarkan prinsip bagi hasil mudharabah, penyertaan modal musharakah, prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan murabahah, atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan ijarah atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”
BAB 2
ISI
SEJARAH BANK SYARIAH
Ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970. dimana pembicaraan mengenai bank syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia – Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan ( LSIK ) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika . Di tingkat internasional,gagasan untuk mendirikan Bank Islam terdapat dalam konferensi negara – negara islam di Kuala Lumpur,Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27 April 1969 yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu :
ü Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika ia tidak termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram
ü Diusulkan supaya dibentuk suatu Bank Islam yang bersih dari system riba dalam waktu secepat mungkin.
ü Sementara menunggu berdirinya Bank Islam, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.
Gagasan berdirinya Bank Islam di Indonesia lebih konkret pada saat lokakarya ”Bunga Bank dan Perbankan” pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) di hotel Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990. Setelah itu, MUI membentuk suatu Tim Steering Committee yang diketuai oleh Dr.Ir.Amin Aziz. Tim ini bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya Bank Islam di Indonesia. Tim Mui ternyata dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, tebukti dalam waktu 1 tahun sejak ide berdirinya Bank Islam tersebut, dukungan umat Islam dari berbagai pihak sangat kuat. Setelah semua persyaratan terpenuhi pada tanggal 1 November 1991 dilakukan penandatanganan akte pendirian Bank Mu’amalat Indonesia ( BMI ) di Sahid Jaya Hotel dengan akte Notaris Yudo Paripurno,S.H dengan izin Menteri Kehakiman No.C.2.2413 HT.01.01. Akhirnya, dengan izin prinsip Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 BMI bias memulai operasi untuk melayani kebutuhan masyarakat melalui jasa-jasanya.
Setelah BMI mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menetapkan dan mempraktikan system syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Setelah lahirnya BMI, kini di masa reformasi ,telah beroperasi pula lembaga-lembaga perbankan konvensional yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta. Kemunculan bank-bank syariah ‘baru’, seperti Bank IFI Cabang Syariah,Bank Syariah Mandiri,Bank BNI Divisi Syariah sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa krisis moneter yang cukup parah sejak 1998 atau pasca-likuidasi ratusan bank konvesional, karena pengelolaanya yang menyimpang.
PENGERTIAN PERBANKAN SYARIAH
Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syari'ah. Secara akademik istilah Islam dan syariah berbeda, namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan Bank Syari'ah mempunyai pengertian yang sama.
Dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari'ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari'ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut,
Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan alquran dan al hadist.
TUJUAN PERBANKAN SYARIAH
Ada beberapa tujuan dari perbankan Islam. Diantara para ilmuwan dan para professional Muslim berbeda pendapat mengenai tujuan tersebut.
Menurut Handbook of Islamic Banking,
perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan
instrument-instrumen keuangan (Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan
dan norma syari'ah. Menurut Handbook of Islamic Banking, bank Islam berbeda
dengan bank konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam
proses pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang dikemukakan dalam
buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan terutama untuk memaksimalkan
keuntungannya sebagaimana halnya sistem perbankan yang berdsarkan bunga,
melainkan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim.
Dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad Umar Kapra
mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu
pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan untuk meningkatkan
kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Usaha yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa
pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam tidak akan meningkatkan konsentrasi
kekayaan atau meningkatkan konsumsi meskipun sistem Islam telah memiliki
pencegahan untuk menangani masalah ini. Pembiayaan tersebut harus dapat
dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya yang bergerak dibidang industri
pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang
produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri maupun ekspor.
Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan untuk mengjasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial, dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail, manajer bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan, “sebagaimana bisnis muslim yang patuh, tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank Malaysia Berhaj) adalah semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan instrumen-instrumen yang berdasarkan bunga.
CIRI-CIRI PERBANKAN SYARIAH
Bank Syari'ah mempunyai ciri yang berbeda dengan bank konvensional. cirri-ciri
ini bersifat Universal dan kualitatif, artinya Bank Syari'ah beroperasi dimana
harus memenuhi ciri-ciri tersebut.
a) Beban biaya yang telah disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak kaku dan dapat ditawar dalam batas yang wajar.
b) Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan. Karena prosentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun utang bada batas waktu perjanjian telah berakhir.
c) Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (Fiset Return) yang ditetapkan dimuka. Bank Syari'ah menerapkan system berdasarkan atas modal untuk jenis kontark al mudharabah dan al musyarakah dengan system bagi hasil (Profit and losery) yang tergantung pada besarnya keuntungan. Sedangkan penetapan keuntungan dimuka ditetapkan pada kontrak jual beli melalui pembiayaan pemilkikan barang (al murabahah dan al bai’u bithaman ajil, sewa guna usaha (al ijarah), serta kemungkinan rugi dari kontrak tersebut amat sedikit.
d) Pegarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana pada proyek yang dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah hingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return). Bentuk yang lain yaitu giro dianggap sebagai titipan murni (al-wadiah) karena sewaktu-waktu dapat ditarik kembali dan dapat dikenai biaya penitipan.
e) Bank Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang sama dan transaksinya itu dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang itu dalam memberikan pinjaman pada umumnya tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang selama pembiayaan, barang tersebut milik bank.
f) Adanya dewan syari'ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut syari'ah.
g) Bank Syari'ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah tersebut tercantum dalam fiqih Islam
h) Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa beban murni yang bersifat social, dimana nasabah tidak berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan (al-qordul hasal)
i) Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah yang artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang telah dititipkan dan siap sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.
Selain karakteristik diatas, Bank Syari'ah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
· Dalam Bank Syari'ah hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan kontrak (akad) antara investor pemilik dana (shohibul maal) dengn investor pengelola dana (mudharib) bekerja sama untuk melakukan kerjasama untuk yang produktif dan sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual invesment relationship). Dengan demikian dapat terhindar hubungan eskploitatif antara bank dengan nasabah atau sebaliknya antara nasabah dengan bank.
· Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh Bank Syari'ah yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif (larangan menumpuk harta benda (sumber daya alam) yang dikuasai sebagian kecil masyarakat dan tidak produktif, menciptakan perekonomian yang adil (konsep usaha bagi hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan menjunjung tinggi moral (larangan untuk proyek yang merusak lingkungan dan tidak sesuai dengan nilai moral seperti miniman keras, sarana judi dan lain-lain.
· Kegiatan uasaha Bank Syari'ah lebih variatif disbanding bank konvensional, yaitu bagi hasil sistem jual beli, sistem sewa beli serta menyediakan jasa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip-prinsip syari’ah.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH di INDONESIA
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan permasalahan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah mengatakan pertumbuhan industri perbankan syariah dapat meningkat hingga 15 persen dalam lima tahun mendatang. Walaupun pertumbuhan yang saat ini baru mencapai 3,9 persen dari total aset perbankan nasional, banyak kalangan melihat perbankan syariah nasional akan terus tumbuh mengingat situasi perekonomian Indonesia saat ini sangat mendukung peningkatan investasi dalam sektor tersebut.
Perjalanan Bank syariah di Indonesia dimulai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dengan dasar UU No. 7 tahun 1992, walaupun pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil hanya sepintas diuraikan. Sistem bank syariah baru mulai dilirik sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Ketika itu, Bank Indonesia melakukan uji kelayakan terhadap semua bank nasional, dan BMI yang baru berumur beberapa tahun dan sebagai satu-satunya bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah menempati peringkat ke 43 dari 208 bank yang ada. Sejak itulah banyak bank konvensional mulai jatuh hati dengan bank syariah dan mulai memberikan dan menyelenggarakan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk baik dengan mengkonversi bank konvensionalnya dengan menjadi bank syariah sepenuhnya maupun hanya dengan membuka divisi atau cabang syariah.
Hingga saat itu perkembangan perbankan syariah di Indonesia dapat terbilang cukup pesat, apalagi sejak diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, yang membuat pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.Untuk mengetahui seberapa besar perkembangan perbankan syariah selama 5 tahun terakhir, mari kita lihat tabel di bawah ini :
Tabel Total Aset Gabungan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (milyar rupiah) |
|
200620072008200920102011Jan 2012 |
26.72236.53849.55566.09097.519145.467143.888 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar