NAMA : DIMAS ICHSAN W
KELAS : 2 EB 19
NPM : 22211117
Tak pernah aku sanggup membendung air mata ini kala kau tak ada disisi
Bukan karena aku ingin di perhatikanmu
Bukan karena aku merindukan mu
Bukan karena aku takut ke hilangan mu
Tetapi ... Aku lelah menahan kepedihanku
Kepedihan hatiku akibat melawan keinginanmu
Yang tak sejalan dengan ku
Aku bukan BONEKA mu yang dapat kau mainkan sesuka hatimu
AKU INI MANUSIA yang memiliki akal budi dan pikiran serta perasaan
Bukan juga PATUNG yang selalu TERDIAM seribu bahasa
Kau punya HAK atas apa yang kau lakukan
Tetapi kau anggap aku apa
Janji-Janji dan perkataanmu itu seakan membuat hatiku tenang
TAK ADA guna ku ingatkan kau akan banyak hal
Yang Bertujuan baik untukmu ,
Kau tak kan pernah dengarkan itu
LELAH sudah ....
Kau ulangi kesalahanmu yang membuat hatiku PILU , ku tetap bersabar
KESALAHAN KECILKU bagaikan kesalahan FATAL
Bagai tak ada HARAPAN
SUDAH CUKUPkah kau membuat HATI ini HANCUR ???
SUDAH CUKUPkah kau membuat HATI ini MENANGIS ???
Satu pertanyaan ku ....
Apakah CUKUP ku menahan semua ini ?
Apa mau mu ?
Kubutuh jawaban dari mu
BUKAN SEKEDAR OMONG KOSONG SAJA !!!!
Sabtu, 11 Mei 2013
TUGAS SOFTSKILL HUKUM PERIKATAN
NAMA : DIMAS ICHSAN W
KELAS : 2 EB 19
NPM : 22211117
ü Hak Kebendaan
ü Hak Atas Benda-benda immateriil.
v Hak Kekayaan Relatif
Hukum waris.
Berdasarkan pembagian sistematika hukum perdata di Indonesia menurut doktrin atau ilmu pengetahuan, diketahui bahwa tempat hukum perikatan ada di bagian hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda. Mengenai hak-hak kekayaan yang absolut sebagian diatur dalam Buku II KUH Perdata dan sisanya diatur diluar, didalam undang-undang tersendiri, sedangkan hak-hak kekayaan yang relatif mendapat pengaturannya dalam Buku III KUH Perdata.
Sumber:
www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan
http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan
SUMBER TULISAN : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perikatan-12/
KELAS : 2 EB 19
NPM : 22211117
Pengertian Hukum Perikatan
Definisi hukum perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
syarat sahnya perikatan yaitu;
1) Obyeknya harus tertentu.
Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
2) Obyeknya harus diperbolehkan.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
3) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan
4) Obyeknya harus mungkin.
Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Macam-macam perikatan :
1. Perikatan bersyarat
2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
3. Perikatan yang membolehkan memilih
4. Perikatan tanggung menanggung
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
6. Perikatan tentang penetapan hukuman
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2. Perikatan yang timbul dari undang – undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian
Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-
macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis danovereenkomst, yaitu :
Definisi hukum perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
syarat sahnya perikatan yaitu;
1) Obyeknya harus tertentu.
Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
2) Obyeknya harus diperbolehkan.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
3) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan
4) Obyeknya harus mungkin.
Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Macam-macam perikatan :
1. Perikatan bersyarat
2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
3. Perikatan yang membolehkan memilih
4. Perikatan tanggung menanggung
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
6. Perikatan tentang penetapan hukuman
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2. Perikatan yang timbul dari undang – undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian
Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-
macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis danovereenkomst, yaitu :
- Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
- Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.
- Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa dalam
bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
- perikatan
- perutangan
- perjanjian
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan
istilah
zterjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
perjanjian dan persetujuan.
Untuk menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan
dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah masing-masing.Verbintenis berasal dari kata kerja
verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis
menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.
Unsur-unsur Perikatan
Dari pengertian-pengertian mengenai perikatan ,maka dapat diuraikan
lebih jelas unsur-unsur yang terdapat dalam perikatan yaitu :
Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu pihak dan melekat kewajiban pada pihak lainnya. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan. Pengingkaran terhadap hubungan- hubungan tersebut tidak menimbulkan akibat hukum. Sebagai contoh :
A berjanji mengajak B nonton bioskop, namun A tidak menepati janjinya.
A berjanji untuk kuliah bersama, tetapi A tidak menepati janjinya.
Suatu janji untuk bersama-sama pergi ke bioskop atau pergi kuliah bersama tidak melahirkan perikatan, sebab janji tersebut tidak mempunyai arti hukum. Janji-janji demikian termasuk dalam lapangan moral, dimana tidak dipenuhinya prestasi akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Jadi hubungan yang berada di luar lingkungan hukum bukan merupakan perikatan.
Untuk lebih jelasnya mengetahui apakah itu sebuah perbuatan hukum atau
bukan.
Kenyataan hukum adalah suatu kenyataan yang menimbulkan akibat hukum yaitu terjadinya, berubahnya, hapusnya, beralihnya hak subyektif, baik dalam bidang hukum keluarga, hukum benda, maupun hukum perorangan. Kelahiran adalah kenyataan hukum sedangkan akibat hukum adalah kewajiban-kewajiban untuk memelihara dan memberikan pendidikan; perikatan adalah akibat hukum dari persetujuan.
Perbuatan-perbuatan hukum adalah perbuatan-perbuatan dengan mana orang yang melakukan perbuatan itu bermaksud untuk menimbulkan suatu akibat hukum.
Perbuatan-perbuatan hukum yang bukan merupakan perbuatan- perbuatan hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum kepada perbuatan-perbuatan, dimana orang yang melakukannya tidak memikirkan sama sekali kepada akibat-akibat hukumnya. Pada pokoknya tidak bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum. Perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum ini dibagi lagi menjadi dua yaitu perbuatan-perbuatan menurut hukum (misalnya, perwakilan sukarela dan pembayaran tidak terutang) dan perbuatan-perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 s/d 1380 KUH Perdata).
Peristiwa-peristiwa hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum pada suatu keadaan atau peristiwa yang bukan terjadi karena perbuatan manusia : pekarangan yang bertetangga, kelahiran, dan kematian.
Kekayaan
Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht) dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalah Hukum Benda.
Untuk menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada mulanya para sarjana menggunakan ukuran dapat ”dinilai dengan uang”. Suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita seseorang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi nyatanya ukuran tersebut tidak dapat memberikan pembatasan, karena dalam kehidupan bermasyarakat sering kali terdapat hubungan-hubungan yang sulit untuk dinilai dengan uang, misalnya cacat badaniah akibat perbuatan seseorangJadi kriteria ”dapat dinilai dengan uang” tidak lagi dipergunakan sebagi suatu kriteria untuk menentukan adanya suatu perikatan. Namun, walaupun ukuran tersebut sudah ditinggalkan, akan tetapi bukan berarti bahwa ”dapat dinilai dengan uang” adalah tidak relevan, karena setiap perbuatan hukum yang dapat dinilai dengan uang selalu merupakan perikatan.
Pihak-pihak
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitu kreditur dan debitur. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek- subyek perikatan, yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Kreditur biasanya disebut sebagai pihak yang aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang pasif. Sebagai pihak yang aktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu terhadap debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tindakan-tindakan kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka pengadilan dan sebagainya.
Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, hal ini penting karena
berkaitan dalam hal untuk menuntut pemenuhan prestasi.
Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditur dan sekurang-kurangnya satu orang debitur. Hal ini tidak menutup kemungkinan dalam suatu perikatan itu terdapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.
Objek Hukum (Prestasi)
Objek dari perikatan adalah apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan merupakan hak si berpiutang. Biasanya disebut penunaian atau prestasi, yaitu debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesutau dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW).
Pada perikatan untuk memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau berkewajiban memberikan kenikmatan atas sesuatu barang, misalnya penjual berkewajiban menyerahkan
barangnya atau orang yang menyewakan berkewajiban memberikan
kenikmatan atas barang yang disewakan.
Pada perikatan berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan sesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu misalnya pelukis, penyanyi, penari, dll.
Pada perikatan tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan. Misalnya tidak mendirikan bangunan ditanah orang lain, tidak membuat bunyi yang bising yang dapat mengganggu ketenangan orang lain, dll.
Objek perikatan harus memenuhi beberapa syarat tertentu yaitu :
a) Obyeknya harus tertentu.
Dalam Pasal 1320 sub 3 BW menyebutkan sebagai unsur terjadinya persetujuan suatu obyek tertentu, tetapi hendaknya ditafsirkan sebagai dapat ditentukan. Karena perikatan dengan obyek yang dapat ditentukan diakui sah. Sebagai contoh yaitu Pasal 1465 BW yang menetukan bahwa pada jual beli harganya dapat ditentukan oleh pihak ketiga. Perikatan adalah tidak sah jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan. Misalnya, sesorang menerima tugas untuk membangun sebuah rumah tanpa disebutkan bagaimana bentuknya dan berapa luasnya.
b) Obyeknya harus diperbolehkan
Menurut Pasal 1335 dan 1337 BW, persetujuan tidak akan menimbulkan perikatan jika obyeknya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau jika dilarang oleh undang-undang. Pasal 23 AB menentukan bahwa semua perbuatan-perbuatan dan persetujuan- persetujuan adalah batal jika bertentangan dengan undang-undang yang menyangkut ketertiban umum atau kesusilaan. Di satu pihak Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal-pasal 1335 dan 1337 BW, karena selain perbuatan-perbuatan mencangkup juga persetujuan akan tetapi di lain pihak lebih sempit karena kebatalannya hanya jika bertentangan dengan undang-undang saja. Kesimpulannya bahwa 8
objek perikatan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan.
c) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas yaitu perikatan adalah suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.
d) Obyeknya harus mungkin.
Dahulu untuk berlakunya perikatan disyaratkan juga prestasinya harus mungkin untuk dilaksanakan. Sehubungan dengan itu dibedakan antara ketidakmungkinan obyektif dan ketidakmungkinan subyektif. Pada ketidakmungkinan obyektif tidak akan timbul perikatan sedangkan pada ketidakmungkinan subyektif tidak menghalangi terjadinya perikatan. Prestasi pada ketidakmungkinan obyektif tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun. Contoh : prestasinya berupa menempuh jarak Semarang – Jakarta dengan mobil dalam waktu 3 jam.
Pada ketidakmungkinan subyektif hanya debitur yang bersangkutan saja yang tidak dapat melaksanakan prestasinya. Contoh : orang yang tidak dapat bicara harus menyanyi.
Perbedaan antara ketidakmungkinan obyektif Dengan ketidakmungkinan subyektif yaitu terletak pada pemikiran bahwa dalam hal ketidakmungkinan pada contoh pertama setiap orang mengetahui bahwa prestasi tidak mungkin dilaksanakan dan karena kreditur tidak dapat mengharapkan pemenuhan prestasi tersebut. Sedangkan dalam contoh kedua, ketidakmungkinan itu hanya diketahui oleh debitur yang bersangkutan saja.
Dalam perkembangan selanjutnya baikPitlo maupun Asser berpendapat bahwa adalah tidak relevan untuk mempersoalkan ketidakmungkinan subyektif dan obyektif. Ketidakmungkinan untuk melakukan prestasi dari debitur itu hendaknya dilihat dari sudut kreditur, yaitu apakah kreditur mengetahui atau seharusnya mengetahui tentang ketidakmungkinan tersebut. Jika kreditur mengetahui, maka perikatan menjadi batal dan sebaliknya, jika kreditur tidak mengetahui debitur tetap berkewajiban untuk melaksanakan prestasi.
Schuld dan Haftung
Pada setiap perikatan selalu terdapat dua pihak, yaitu kreditur pihak
yang aktif dan debitur pihak yang pasif.
Debitur Kreditur Schuld Haftung
Pada debitur terdapat dua unsur, yaitu Schuld dan Haftung. Schuld adalah utang debitur kepada kreditur. Setiap debitur mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur. Karena itu debitur mempunyai kewajiban untuk membayar utang. Sedangkan Haftung adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang debitur tersebut. Debitur itu berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan utang tadi, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut. Setiap kreditur mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih piutang tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata, disamping hak menagih (vorderingerecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, maka kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur sebesar piutangya pada debitur itu (verhaalarecht). Schuld dan haftung saling bergantungan erat satu sama lain. Sebagai contoh : A berhutang pada B dan karena A tidak mau membayar utangnya, maka kekayaan A dilelang atau dieksekusi untuk dipergunakan bagi pelunasan hutangnya.
Asas bahwa kekayaan debitur dipertanggungjawabkan bagi pelunasan
utang-utangnya tercantum dalam Pasal 1131 BW. Baik Undang-undang
maupun para pihak dapat menyimpang dari asas terebut, yaitu antara lain
dalam hal :
zterjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
perjanjian dan persetujuan.
Untuk menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan
dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah masing-masing.Verbintenis berasal dari kata kerja
verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis
menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.
Unsur-unsur Perikatan
Dari pengertian-pengertian mengenai perikatan ,maka dapat diuraikan
lebih jelas unsur-unsur yang terdapat dalam perikatan yaitu :
Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu pihak dan melekat kewajiban pada pihak lainnya. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan. Pengingkaran terhadap hubungan- hubungan tersebut tidak menimbulkan akibat hukum. Sebagai contoh :
A berjanji mengajak B nonton bioskop, namun A tidak menepati janjinya.
A berjanji untuk kuliah bersama, tetapi A tidak menepati janjinya.
Suatu janji untuk bersama-sama pergi ke bioskop atau pergi kuliah bersama tidak melahirkan perikatan, sebab janji tersebut tidak mempunyai arti hukum. Janji-janji demikian termasuk dalam lapangan moral, dimana tidak dipenuhinya prestasi akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Jadi hubungan yang berada di luar lingkungan hukum bukan merupakan perikatan.
Untuk lebih jelasnya mengetahui apakah itu sebuah perbuatan hukum atau
bukan.
Kenyataan hukum adalah suatu kenyataan yang menimbulkan akibat hukum yaitu terjadinya, berubahnya, hapusnya, beralihnya hak subyektif, baik dalam bidang hukum keluarga, hukum benda, maupun hukum perorangan. Kelahiran adalah kenyataan hukum sedangkan akibat hukum adalah kewajiban-kewajiban untuk memelihara dan memberikan pendidikan; perikatan adalah akibat hukum dari persetujuan.
Perbuatan-perbuatan hukum adalah perbuatan-perbuatan dengan mana orang yang melakukan perbuatan itu bermaksud untuk menimbulkan suatu akibat hukum.
Perbuatan-perbuatan hukum yang bukan merupakan perbuatan- perbuatan hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum kepada perbuatan-perbuatan, dimana orang yang melakukannya tidak memikirkan sama sekali kepada akibat-akibat hukumnya. Pada pokoknya tidak bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum. Perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum ini dibagi lagi menjadi dua yaitu perbuatan-perbuatan menurut hukum (misalnya, perwakilan sukarela dan pembayaran tidak terutang) dan perbuatan-perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 s/d 1380 KUH Perdata).
Peristiwa-peristiwa hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum pada suatu keadaan atau peristiwa yang bukan terjadi karena perbuatan manusia : pekarangan yang bertetangga, kelahiran, dan kematian.
Kekayaan
Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht) dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalah Hukum Benda.
Untuk menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada mulanya para sarjana menggunakan ukuran dapat ”dinilai dengan uang”. Suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita seseorang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi nyatanya ukuran tersebut tidak dapat memberikan pembatasan, karena dalam kehidupan bermasyarakat sering kali terdapat hubungan-hubungan yang sulit untuk dinilai dengan uang, misalnya cacat badaniah akibat perbuatan seseorangJadi kriteria ”dapat dinilai dengan uang” tidak lagi dipergunakan sebagi suatu kriteria untuk menentukan adanya suatu perikatan. Namun, walaupun ukuran tersebut sudah ditinggalkan, akan tetapi bukan berarti bahwa ”dapat dinilai dengan uang” adalah tidak relevan, karena setiap perbuatan hukum yang dapat dinilai dengan uang selalu merupakan perikatan.
Pihak-pihak
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitu kreditur dan debitur. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek- subyek perikatan, yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Kreditur biasanya disebut sebagai pihak yang aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang pasif. Sebagai pihak yang aktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu terhadap debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tindakan-tindakan kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka pengadilan dan sebagainya.
Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, hal ini penting karena
berkaitan dalam hal untuk menuntut pemenuhan prestasi.
Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditur dan sekurang-kurangnya satu orang debitur. Hal ini tidak menutup kemungkinan dalam suatu perikatan itu terdapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.
Objek Hukum (Prestasi)
Objek dari perikatan adalah apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan merupakan hak si berpiutang. Biasanya disebut penunaian atau prestasi, yaitu debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesutau dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW).
Pada perikatan untuk memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau berkewajiban memberikan kenikmatan atas sesuatu barang, misalnya penjual berkewajiban menyerahkan
barangnya atau orang yang menyewakan berkewajiban memberikan
kenikmatan atas barang yang disewakan.
Pada perikatan berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan sesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu misalnya pelukis, penyanyi, penari, dll.
Pada perikatan tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan. Misalnya tidak mendirikan bangunan ditanah orang lain, tidak membuat bunyi yang bising yang dapat mengganggu ketenangan orang lain, dll.
Objek perikatan harus memenuhi beberapa syarat tertentu yaitu :
a) Obyeknya harus tertentu.
Dalam Pasal 1320 sub 3 BW menyebutkan sebagai unsur terjadinya persetujuan suatu obyek tertentu, tetapi hendaknya ditafsirkan sebagai dapat ditentukan. Karena perikatan dengan obyek yang dapat ditentukan diakui sah. Sebagai contoh yaitu Pasal 1465 BW yang menetukan bahwa pada jual beli harganya dapat ditentukan oleh pihak ketiga. Perikatan adalah tidak sah jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan. Misalnya, sesorang menerima tugas untuk membangun sebuah rumah tanpa disebutkan bagaimana bentuknya dan berapa luasnya.
b) Obyeknya harus diperbolehkan
Menurut Pasal 1335 dan 1337 BW, persetujuan tidak akan menimbulkan perikatan jika obyeknya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau jika dilarang oleh undang-undang. Pasal 23 AB menentukan bahwa semua perbuatan-perbuatan dan persetujuan- persetujuan adalah batal jika bertentangan dengan undang-undang yang menyangkut ketertiban umum atau kesusilaan. Di satu pihak Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal-pasal 1335 dan 1337 BW, karena selain perbuatan-perbuatan mencangkup juga persetujuan akan tetapi di lain pihak lebih sempit karena kebatalannya hanya jika bertentangan dengan undang-undang saja. Kesimpulannya bahwa 8
objek perikatan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan.
c) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas yaitu perikatan adalah suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.
d) Obyeknya harus mungkin.
Dahulu untuk berlakunya perikatan disyaratkan juga prestasinya harus mungkin untuk dilaksanakan. Sehubungan dengan itu dibedakan antara ketidakmungkinan obyektif dan ketidakmungkinan subyektif. Pada ketidakmungkinan obyektif tidak akan timbul perikatan sedangkan pada ketidakmungkinan subyektif tidak menghalangi terjadinya perikatan. Prestasi pada ketidakmungkinan obyektif tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun. Contoh : prestasinya berupa menempuh jarak Semarang – Jakarta dengan mobil dalam waktu 3 jam.
Pada ketidakmungkinan subyektif hanya debitur yang bersangkutan saja yang tidak dapat melaksanakan prestasinya. Contoh : orang yang tidak dapat bicara harus menyanyi.
Perbedaan antara ketidakmungkinan obyektif Dengan ketidakmungkinan subyektif yaitu terletak pada pemikiran bahwa dalam hal ketidakmungkinan pada contoh pertama setiap orang mengetahui bahwa prestasi tidak mungkin dilaksanakan dan karena kreditur tidak dapat mengharapkan pemenuhan prestasi tersebut. Sedangkan dalam contoh kedua, ketidakmungkinan itu hanya diketahui oleh debitur yang bersangkutan saja.
Dalam perkembangan selanjutnya baikPitlo maupun Asser berpendapat bahwa adalah tidak relevan untuk mempersoalkan ketidakmungkinan subyektif dan obyektif. Ketidakmungkinan untuk melakukan prestasi dari debitur itu hendaknya dilihat dari sudut kreditur, yaitu apakah kreditur mengetahui atau seharusnya mengetahui tentang ketidakmungkinan tersebut. Jika kreditur mengetahui, maka perikatan menjadi batal dan sebaliknya, jika kreditur tidak mengetahui debitur tetap berkewajiban untuk melaksanakan prestasi.
Schuld dan Haftung
Pada setiap perikatan selalu terdapat dua pihak, yaitu kreditur pihak
yang aktif dan debitur pihak yang pasif.
Debitur Kreditur Schuld Haftung
Pada debitur terdapat dua unsur, yaitu Schuld dan Haftung. Schuld adalah utang debitur kepada kreditur. Setiap debitur mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur. Karena itu debitur mempunyai kewajiban untuk membayar utang. Sedangkan Haftung adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang debitur tersebut. Debitur itu berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan utang tadi, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut. Setiap kreditur mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih piutang tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata, disamping hak menagih (vorderingerecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, maka kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur sebesar piutangya pada debitur itu (verhaalarecht). Schuld dan haftung saling bergantungan erat satu sama lain. Sebagai contoh : A berhutang pada B dan karena A tidak mau membayar utangnya, maka kekayaan A dilelang atau dieksekusi untuk dipergunakan bagi pelunasan hutangnya.
Asas bahwa kekayaan debitur dipertanggungjawabkan bagi pelunasan
utang-utangnya tercantum dalam Pasal 1131 BW. Baik Undang-undang
maupun para pihak dapat menyimpang dari asas terebut, yaitu antara lain
dalam hal :
- Schuld tanpa Haftung.
Hal ini dapat kita jumpai pada
perikatan alam (natuurlijke verbintenis). Dalam perikatan alam sekalipun
debitur mempunyai utang (Schuld) kepada kreditur, namun jika debitur tidak mau
memenuhi kewajibannya kreditur tidak dapat menuntut pemenuhannya. Sebagai
contoh dapat dikemukakan utang yang timbul dari perjudian. Sebaliknya jika
debitur memenuhi prestasinya, ia tidak dapat menunut kembali apa yang ia telah
bayarkan.
- Schuld dengan Haftung Terbatas.
Dalam hal ini debitur tidak
bertanggungjawab dengan seluruh harta kekayaannya, akan tetapi terbatas sampai
jumlah tertentu atau atas barang tertentu. Contoh : ahli waris yang menerima
warisan dengan hak pendaftaran berkewajiban untuk membayar schuld daripada
pewaris sampai sejumlah harta kekayaan pewaris yang diterima oleh ahli waris
tersebut.
- Haftung dengan Schuld pada orang lain.
Jika pihak ketiga menyerahkan
barangnya untuk dipergunakan sebagai jaminan oleh debitur kepada kreditur, maka
walaupun dalam hal ini pihak ketiga tidak mempunyai utang kepada kreditur, akan
tetapi ia bertanggungjawab atas utang debitur dengan barang yang dipakai
sebagai jaminan.
Tempat Pengaturan Hukum Perikatan
Ada perbedaan mengenai tempat hukum perikatan dalam Hukum Perdata. Apabila dilihat lebih jauh dari segi sistematikanya, ternyata hukum perdata di Indonesia mengenal dua sitematika yaitu menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum dan menurut KUH Perdata.
Pembagian menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum, yaitu
Tempat Pengaturan Hukum Perikatan
Ada perbedaan mengenai tempat hukum perikatan dalam Hukum Perdata. Apabila dilihat lebih jauh dari segi sistematikanya, ternyata hukum perdata di Indonesia mengenal dua sitematika yaitu menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum dan menurut KUH Perdata.
Pembagian menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum, yaitu
- Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi.
- Hukum tentang keluarga/hukum keluarga
- Hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda.
ü Hak Kebendaan
ü Hak Atas Benda-benda immateriil.
v Hak Kekayaan Relatif
Hukum waris.
Berdasarkan pembagian sistematika hukum perdata di Indonesia menurut doktrin atau ilmu pengetahuan, diketahui bahwa tempat hukum perikatan ada di bagian hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda. Mengenai hak-hak kekayaan yang absolut sebagian diatur dalam Buku II KUH Perdata dan sisanya diatur diluar, didalam undang-undang tersendiri, sedangkan hak-hak kekayaan yang relatif mendapat pengaturannya dalam Buku III KUH Perdata.
Sumber:
www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan
http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan
SUMBER TULISAN : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perikatan-12/
TUGAS SOFTSKILL HUKUM PERDATA
NAMA : DIMAS ICHSAN W
KELAS : 2 EB 19
NPM : 22211117
KELAS : 2 EB 19
NPM : 22211117
Pengertian Hukum Perdata
Pengantar
Hukum perdata adalah salah satu
bidang hukum yang paling populer. Hukum perdata merupakan induk dari beberapa
bidang ilmu hukum lainnya, seperti hukum dagang, hukum perikatan, hukum
perusahaan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Bidang-bidang kajian ilmu hukum
tersebut menginduk pada hukum perdata yang terutama bersumber pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dengan demikian, hukum perdata
memiliki ranah kajian yang sangat luas terutama bila dibandingkan dengan bidang
kajian ilmu hukum lainnya yang menginduk pada hukum perdata itu sendiri.
Oleh karena kedudukan hukum perdata
yang cukup penting dalam ilmu hukum, maka tentu saja sangat penting juga bagi
kita untuk mengetahui apa pengertian hukum perdata dan untuk tujuan
itulah artikel ini ditulis.
Rumusan
Pengertian Hukum Perdata
Salah satu alasan mengapa sulit
untuk memberikan pengertian terhadap hukum adalah karena ranah hukum itu luas
dan mencakup banyak aspek kehidupan. Kiranya demikian juga dengan hukum
perdata. Meski hanya bagian dari ilmu hukum secara keseluruhan namun tampaknya
masih ada kesulitan yang ditemukan oleh pakar atau ahli hukum dalam menentukan
suatu rumusan pengertian hukum perdata yang dapat disepakati
bersama. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan rumusan pengertian
hukum perdata yang diberikan oleh para pakar atau ahli hukum.
Pengertian hukum perdata yang diberikan oleh beberapa pakar atau ahli tersebut
sesungguhnya telah pernah tuangkan dalam artikel sebelumnya mengenai hukum
perdata. Namun dalam artikel tersebut kami belum merangkum pendapat seluruh
pakar mengenai pengertian hukum perdata,
hanya rumusan pengertian hukum
perdata menurut beberapa pakar saja.
Pada kesempatan ini juga kami tidak
bermaksud untuk merangkum keseluruhan pengertian hukum perdata karena jumlah
cukup banyak, mungkin rangkuman mengenai pengertian hukum perdata menurut para
pakar tersebut akan kami sajikan pada artikel-artikel yang selanjutnya.
Melalui artikel ini hanya mengurai pengertian hukum perdata secara umum yang
digunakan sebagai standar umum pengertian hukum perdata dalam menjelajahi dunia
atau kajian hukum perdata.
Pengertian
Hukum Perdata Secara Umum
Berikut ini adalah pengertian hukum
perdata secara umum:
“Hukum yang mengatur hubungan antara
orang perorangan di dalam masyarakat”
Singkat bukan? Karena hukum perdata
ranahnya luas sehingga kita tidak bisa memberikan batasan yang lebih sempit
lagi dalam pengertian hukum perdata.
Secara umum, pengertian hukum
perdata lebih sering diidentikkan dengan kebalikan dari pengertian hukum
pidana. Maksudnya jika hukum pidana mengatur hubungan antara masyarakat
dengan negara atau yang berkaitan dengan hukum publik, justru pengertian hukum
perdata adalah sebaliknya yakni mengatur hubungan antara subyek hukum dalam
masyarakat dan yang berkaitan dengan hukum privat. Hukum privat adalah hukum
yang mengatur kepentingan perseorangan dalam masyarakat.
Hukum perdata dapat dibagi menjadi
hukum perdata materil dan hukum perdata formil. Hukum perdata materil berkaitan
dengan muatan atau materi yang diatur dalam hukum perdata itu sendiri, sedangkan
hukum perdata formil adalah hukum yang berkaitan dengan proses perdata atau
segala ketentuan yang mengatur mengenai bagaimana pelaksanaan penegakan hukum
perdata itu sendiri, seperti melakukan gugatan di pengadilan. Hukum perdata
formil juga dikenal dengan sebutan hukum acara perdata.
TUGAS SOFTSKILL SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
NAMA : DIMAS ICHSAN W
NPM : 22211117
KELAS : 2 EB 19
Subjek
dan Objek Hukum
1. Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
2. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
2. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum : - Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai
dengan uang)
- Benda tersebut bisa dipindahtangankan
haknya pada pihak lain
2. Jamian yang bersifat khusus: - Gadai
- Hipotik
- Hak Tanggungan
- Fidusia
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/subjek-hukum-objek-hukum
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
2. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
2. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum : - Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai
dengan uang)
- Benda tersebut bisa dipindahtangankan
haknya pada pihak lain
2. Jamian yang bersifat khusus: - Gadai
- Hipotik
- Hak Tanggungan
- Fidusia
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/subjek-hukum-objek-hukum
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/
Tugas Softskill PENGERTIAN HUKUM DAN EKONOMI
NAMA : DIMAS ICHSAN W
KELAS : 2EB19
NPM : 22211117
- Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
- Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
- E. Utrecht
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
KELAS : 2EB19
NPM : 22211117
PENGERTIAN
HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
1. Pengertian Hukum
Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas
melalui lembaga atau institusi hukum.
Berikut ini definisi Hukum menurut
para ahli :
- Menurut Tullius Cicerco
(Romawi) dala “ De Legibus”:
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
- Hugo Grotius (Hugo de Grot)
dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625:
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.
- J.C.T. Simorangkir, SH
dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa :
Hukum adalah peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.
- Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
Hukum adalah perintah-perintah dari
orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya
kepada orang lain.
- Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
Hukum adalah keseluruhan peraturan
yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.
- Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan
yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
- Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan
peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
- E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk
hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat
yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah/penguasa itu.
- R. Soeroso SH
Hukum adalah himpunan peraturan yang
dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan
bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat
memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
- Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan
tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap
pelanggarnya.
- Mochtar
Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15):
Pengertian hukum yang memadai harus
tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup
lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan.
Jadi kesimpulan yang
didapatkan dari apa yang dikemukakan oleh ahli di atas dapat kiranya
disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya adalah menghimpun dan
mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan masalah-masalah.
Pengertian ekonomi dan hukum ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
Demikianlah penjelasan tentang hukum
ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat
megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata ..
2.Tujuan Hukum dan
Sumbr-sumber hukum
Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum
itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari
masyarakat itu.
sumber hukum ialah
segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang
bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi
yang tegas dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
• Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
• Sumber hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
1. Traktat (Treaty)
2. Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
• Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
• Sumber hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
1. Traktat (Treaty)
2. Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
3.Kodifikasi hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum
tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
o Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
o Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
o Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
o Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
o Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
o Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
o Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
o Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
4.Kaidah/Norma
Norma hukum
adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya
pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk
dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri.
Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik
(dipenjara, hukuman mati).
Sumber :
http://www.rentcost.com/2012/01/pengertian-hukum-dan-definisi-hukum.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi-2/
http://raniaja.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-sumber-sumber-hukum-dalam.html
http://renytriutami.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-dan-sumber-sumber-hukum.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial
http://www.rentcost.com/2012/01/pengertian-hukum-dan-definisi-hukum.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi-2/
http://raniaja.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-sumber-sumber-hukum-dalam.html
http://renytriutami.blogspot.com/2011/02/tujuan-hukum-dan-sumber-sumber-hukum.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial
Langganan:
Postingan (Atom)